Adab Bersin, Sendawa, Menguap, dan Kentut

Anonim 1/20/2013
Adab Bersin, Sendawa, Menguap, dan Kentut

Bersin, Sendawa, Menguap, dan Kentut termasuk aktivitas yang hampir setiap hari terjadi pada diri kita atau minimal kita melihat orang lain melakukannya. Termasuk keistimewaan syari’at Islam yang mulia adalah tidak satupun aktivitas seorang manusia melainkan telah ada petunjuk dan aturannya di dalam ajaran Islam. Berikut ini akan disajikan sebuah tulisan yang dirangkum dari berbagai sumber terkait asal-usul, faktor penyebab dan beberapa adab islami terkait keempat aktivitas tersebut. Semoga dengan mempraktekkan adab-adab syar’i tersebut dapat menjadi tambahan kebaikan bagi kita semua.

Menguap

Menguap adalah sebuah gerakan refleks menarik dan menghembuskan napas yang sering terjadi saat seseorang merasa letih atau mengantuk. Belum diketahui sebab mengapa orang-orang menguap, namun seringkali dikatakan bahwa penyebabnya adalah jumlah oksigen di paru-paru yang rendah. Menguap mudah sekali menular – 55% orang-orang yang melihat seseorang menguap akan turut menguap dalam waktu lima menit berikutnya. (Wikipedia)

Para dokter di zaman sekarang mengatakan, “Menguap adalah gejala yang menunjukkan bahwa otak dan tubuh orang tersebut membutuhkan oksigen dan nutrisi, dan karena organ pernafasan kurang dalam menyuplai oksigen kepada otak dan tubuh. Dan hal ini terjadi ketika kita sedang kantuk atau pusing, lesu, dan orang yang sedang menghadapi kematian. Dan menguap adalah aktivitas menghirup udara dalam-dalam melalui mulut dan bukan mulut dengan cara biasa menarik nafas dalam-dalam. Karena mulut bukanlah organ yang disiapkan untuk menyaring udara seperti hidung. Apabila mulut tetap dalam keadaan terbuka ketika menguap, maka masuk juga berbagai jenis mikroba dan debu, atau kutu bersamaan dengan masuknya udara ke dalam tubuh. Oleh karena itu, datang petunjuk nabawi yang mulia agar kita melawan “menguap” ini sekuat kemampuan kita, atau pun menutup mulut saat menguap dengan tangan kanan atau pun dengan punggung tangan kiri. (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: Hal 155, dinukil dari web www.alsofwah.or.id via Rumaysho.com)

Berikut ini beberapa Hadits Nabawi yang menjelaskan tentang hakikat dari menguap dan beberapa adab yang berkaitan dengannya.

1. Allah mencintai bersin dan membenci menguap

Dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعُطَاسَ وَيَكْرَهُ التَّثَاؤُبَ فَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَحَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ سَمِعَهُ أَنْ يُشَمِّتَهُ وَأَمَّا التَّثَاؤُبُ فَإِنَّمَا هُوَ مِنْ الشَّيْطَانِ فَلْيَرُدَّهُ مَا اسْتَطَاعَ فَإِذَا قَالَ هَا ضَحِكَ مِنْهُ الشَّيْطَانُ


"Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Karenanya apabila salah seorang dari kalian bersin lalu dia memuji Allah, maka kewajiban atas setiap muslim yang mendengarnya untuk mentasymitnya (mengucapkan yarhamukallah). Adapun menguap, maka dia tidaklah datang kecuali dari syaithan. Karenanya hendaklah menahan menguap semampunya. Jika dia sampai mengucapkan 'haaah', maka syaithan akan menertawainya.' (HR. Bukhari: 6223 dan Muslim: 2994).

Allah membenci menguap karena menguap adalah aktivitas yang membuat seseorang banyak makan, yang pada akhirnya membawa pada kemalasan dalam beribadah. Menguap adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah, terlebih-lebih ketika pada waktu shalat. Para nabi tidak pernah menguap, dikarenakan menguap adalah salah satu aktivitas yang dibenci oleh Allah.

Imam Ibnu Hajar berkata, "Imam Al-Khathabi mengatakan bahwa makna cinta dan benci pada hadits di atas dikembalikan kepada sebab yang termaktub dalam hadits itu. Yaitu bahwa bersin terjadi karena badan yang kering dan pori-pori kulit terbuka, dan tidak tercapainya rasa kenyang. Ini berbeda dengan orang yang menguap. Menguap terjadi karena badan yang kekenyangan, dan badan terasa berat untuk beraktivitas, hal ini karena banyaknya makan. Bersin bisa menggerakkan orang untuk bisa beribadah, sedangkan menguap menjadikan orang itu malas. (Fathul Baari, 10/607).

2. Menutup mulut ketika menguap

Dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu 'Anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا تَثَاوَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيُمْسِكْ بِيَدِهِ عَلَى فِيهِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَدْخُلُ


"Bila salah seorang dari kalian menguap maka hendaklah dia menahan mulutnya dengan tangannya karena sesungguhnya syaithan akan masuk." (HR. Muslim: 2995).

Ketika seseorang ingin menguap hendaknya ia menutup mulutnya dengan tangan kiri, karena menguap adalah salah satu perbuatan yang buruk.

3. Tidak ada bacaan dzikir khusus yang dibaca ketika menguap

Syaikh Sulaiman al-Majid menegaskan, "Dan kami tidak mengetahui adanya sunnah yang mengajarkan dzikir atau doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menguap. Adapun yang banyak tersebar menurut sebagian ulama dan kebanyakan masyarakat, bahwa ketika menguap dianjurkan untuk membaca ta’awudz, berdalil dengan firman Allah, yang artinya: 'Apabila syaithan mengganggumu maka mintalah perlindungan kepada Allah.' Sementara Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebut bahwa menguap itu dari syaithan. Pendalilan semacam ini, tidak pada tempatnya. Beliau menyebutkan alasan, "Karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengabarkan kepada kita bahwa menguap itu dari syaithan, beliau tidak mengajarkan kepada kita (untuk membaca ta’awudz), selain perintah untuk menahan dan meletakkan tangan di mulut. Sehingga, andaikan ta’awudz (ketika menguap) disyari'atkan, tentu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan menyebutkannya."

4. Mengguap di dalam shalat

Hadits tentang menguap berasal dari syaithan juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dengan lafazh:

التَّثَاؤُبُ فِي الصَّلاةِ مِنْ الشَّيْطَانِ فَإِذَا تَثَاءَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَكْظِمْ مَا اسْتَطَاعَ


"Menguap ketika shalat adalah dari setan, jika salah seorang dari kalian menguap, maka tahanlah semampunya."

Al-Imam Malik Rahimahullah berkata: “Mulutnya ditutup dengan tangannya ketika shalat sampai selesai menguap. Jika menguap ketika sedang membaca bacaan shalat, kalau dia memahami apa yang dibaca, maka hukumnya makruh namun sudah mencukupi baginya (bacaan dia). Tetapi jika tidak memahaminya, maka dia harus mengulangi bacaannya, dan jika tidak mengulanginya, -kalau bacaan tersebut adalah surat Al-Fatihah-, maka itu tidak mencukupi (tidak sah shalatnya), dan kalau selain Al-Fatihah, maka sudah mencukupinya (shalatnya sah)."

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah menerangkan: “Pasal tentang beberapa masalah yang langka di tengah-tengah umat namun sangat butuh untuk dijelaskan kepada mereka, adalah di antaranya, Seorang yang menguap ketika shalat, dia harus menghentikan bacaan shalatnya sampai menguapnya selesai, kemudian melanjutkan bacaannya. Ini adalah perkataan Mujahid, dan ini ucapan yang bagus, ditunjukkan oleh riwayat dari Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaknya dia tahan mulutnya dengan tangannya, karena syaithan berupaya untuk masuk." (HR. Muslim).

Al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: “Dan di antara yang diperintahkan bagi orang yang menguap adalah: jika sedang shalat, maka dia harus menghentikan bacaannya sampai menguapnya selesai, agar bacaannya tidak berubah. Pendapat yang seperti ini disandarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Mujahid, ‘Ikrimah, dan para tabi’in.

Bersin

“Bersin adalah lawan dari menguap yaitu keluarnya udara dengan keras, kuat disertai hentakan melalui dua lubang: hidung dan mulut. Maka akan terkuras dari badan bersamaan dengan bersin ini sejumlah hal seperti debu, haba’ (sesuatu yang sangat kecil, di udara, yang hanya terlihat ketika ada sinar matahari), atau kutu, atau mikroba yang terkadang masuk ke dalam organ pernafasan. Oleh karena itu, secara tabiat, bersin datang dari Yang Maha Rahman (Pengasih), sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Dan menguap datang dari syaithan sebab ia mendatangkan bahaya bagi tubuh. Dan atas setiap orang hendaklah memuji Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi ketika dia bersin, dan agar meminta perlindungan kepada Allah dari syaithan yang terkutuk ketika sedang menguap (Lihat Al-Haqa’iq Al-Thabiyah fii Al-Islam: Hal 155, dinukil dari web www.alsofwah.or.id via Rumaysho.com)

Berikut ini beberapa Hadits Nabawi yang menjelaskan tentang hakikat dari bersin dan beberapa adab yang berkaitan dengannya.

1. Mengucapkan alhamdulillah ketika bersin

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjelaskan bagaimana seseorang yang mendengar orang yang bersin dan memuji Allah agar membalas pujian tersebut. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ (الْحَمْدُ لِلَّهِ) وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ (يَرْحَمُكَ اللَّهُ) فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ (يَهْدِيكُمُ اللَّهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ)


“Apabila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya dia mengucapkan, 'alhamdulillah' (segala puji bagi Allah) sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan, 'yarhamukallah' (semoga Allah merahmatimu). Jika saudaranya berkata 'yarhamukallah' maka hendaknya dia berkata, 'yahdikumullah wa yushlih baalakum' (semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR. Bukhari: 6224 dan Muslim: 5033).

Macam-macam bacaan yang dapat kita amalkan ketika bersin:
  1. Alhamdulillah (segala puji hanya bagi Allah). 
  2. Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (segala puji bagi Allah Rabb semesta alam). 
  3. Alhamdulillah ‘ala kulli haal (segala puji bai Allah dalam setiap keadaan). 
  4. Alhamdulillahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi, mubaarakan ‘alaihi kamaa yuhibbu Rabbuna wa yardhaa (segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak lagi penuh berkah dan diberkahi, sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Rabb kami). 

2. Jika orang yang bersin mengucapkan alhamdulillah, orang yang mendengar wajib mendoa'akan

Dari Abu Musa Al-Asy’ari Radhiallahu 'Anhu, beliau berkata bahwa beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَحَمِدَ اللَّهَ فَشَمِّتُوهُ فَإِنْ لَمْ يَحْمَدْ اللَّهَ فَلَا تُشَمِّتُوهُ


“Bila salah seorang dari kalian bersin lalu memuji Allah maka tasymitlah dia. Tapi bila dia tidak memuji Allah, maka jangan kamu tasymit dia.” (HR. Muslim: 2992). 

Tasymit adalah mengucapkan "yarhamukallah". Hukum tasymit ini adalah wajib bagi setiap orang yang mendengar seorang muslim yang bersin kemudian mengucapkan “alhamdullillah".

Setelah orang lain mendoakannya, orang yang bersin tadi dianjurkan untuk mengucapkan salah satu doa sebagai berikut:
  1. Yahdikumullah wa yushlih baalakum (mudah-mudahan Allah memberikan hidayah kepada kalian dan memperbaiki keadaan kalian). 
  2. Yaghfirulahu lanaa wa lakum (mudah-mudahan Alah mengampuni kita dan kalian semua). 
  3. Yaghfirullaah lakum (semoga Allah mengampuni kalian semua). 
  4. Yarhamunnallah wa iyyaakum wa yaghfirullaahu wa lakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kamu sekalian, serta mengampuni kami dan mengampuni kalian). 
  5. Aafaanallah wa iyyaakum minan naari yarhamukumullaah (semoga Allah menyelamatkan kami dan kamu sekalian dari api neraka, serta memberi rahmat kepada kamu sekalian). 
  6. Yarhamunnallah wa iyyaakum (semoga Allah memberi rahmat kepada kami dan kepada kalian semua). 

Kita tidak perlu bertasymit ketika:
  1. Ada seseorang yang bersin, dan dia tidak mengucapkan hamdalah. 
  2. Ada seseorang yang bersin lebih dari tiga kali. Jika seseorang bersin lebih dari tiga kali, maka orang tersebut dikategorikan terserang influenza. Kita pun tidak disyariatkan untuk mendoakannya, kecuali doa kesembuhan. 
  3. Ada seseorang membenci tasymit. 
  4. Seseorang yang bersin itu bukan beragama Islam. Walaupun orang tersebut mengucapkan hamdalah, kita tetap tidak diperbolehkan untuk bertasymit, karena seorang muslim tidak diperbolehkan mendoakan orang kafir. Jika orang kafir tersebut mengucapkan alhamdulillah, kita jawab “Yahdikumullah wa yushlih baalakum". 
  5. Seseorang yang bersin bertepatan dengan khutbah jumat. Cukup bagi yang bersin saja untuk mengucapkan hamdalah tanpa ada yang bertasymit, karena ketika khutbah jum’at seorang muslim wajib untuk diam. Begitu pula ketika shalat wajib (shalat fardhu) sedang didirikan, tidak ada keharusan bagi kita untuk bertasymit. 
  6. Kita berada ditempat yang terlarang untuk mengucapkan kalamullah, seperti di dalam toilet. 

3. Menutup wajah serta merendahkan suaran ketika bersin

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا عَطَسَ غَطَّى وَجْهَهُ بِيَدِهِ أَوْ بِثَوْبِهِ وَغَضَّ بِهَا صَوْتَهُ


“Apabila Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersin, beliau menutup wajahnya dengan tangan atau kain sambil merendahkan suaranya.” (HR. Abu Daud: 5029, At-Tirmizi: 2745, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’: 4755).

4. Tidak memalingkan leher

5. Mengeraskan bacaan hamdalah, walaupun dalam keadaan shalat

6. Bagaimana jika bersin lebih dari tiga kali?

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Orang yang bersin dido'akan (dengan ucapan yarhamukallah) sebanyak tiga kali. Jika lebih dari itu berarti ia terkena flu." (HR. Ibnu Majah: 3714, Shahih Ibnu Majah: 3704).

Sendawa

Sendawa dapat terjadi karena adanya pelepasan gas-gas yang berasal dari saluran pencernaan, terutama kerongkongan dan perut, melalui mulut. Gas-gas dalam saluran pencernaan ini paling sering disebabkan oleh karena kita turut menelan udara (aerophagia) ketika sedang makan atau minum, terutama ketika menelan makanan atau minuman dengan terlalu cepat. Sendawa akan lebih parah ketika anda membiarkan mulut anda terbuka lebar untuk bersendawa, karena akan ada lebih banyak udara yang tertelan, sehingga dapat menyebabkan sendawa yang berulang. Suara sendawa yang khas dikarenakan getaran dari katup esofagus bagian atas ketika gas-gas yang dikeluarkan melewati katup tersebut.

Faktor penyebab sendawa:
  1. Makanan dan minuman 
  2. Kegelisahan 
  3. Kebiasaan 
  4. Obat-obatan dan penyakit 
Hukum Sendawa Ketika Shalat

Dalam kasus sendawa ketika shalat, ulama hanafiyah membedakan antara sendawa yang bisa ditahan dan sendawa yang tidak bisa ditahan, dan antara sendawa yang keluar suara dan sendawa tanpa keluar suara. Jika sendawa itu bersuara, dan bisa ditahan, namun dikeluarkan oleh orang yang shalat, maka menurut Abu Hanifah dan Muhammad bin Hasan as-Syaibani (murid senior Abu Hanifah). Dalam Durar al-Hukkam Syarh Gharar al-Ahkam dinyatakan,

وَأَمَّا الْجُشَاءُ فَإِنَّهُ حَصَلَ بِهِ حُرُوفٌ وَلَمْ يَكُنْ مَدْفُوعًا إلَيْهِ يَقْطَعُ عِنْدَهُمَا ، وَإِنْ كَانَ مَدْفُوعًا إلَيْهِ لَا يَقْطَعُ، كَذَا فِي الْكَافِي


Untuk sendawa, biasanya keluar suara (huruf), dan bisa ditahan maka membatalkan shalat menurut kedua imam Abu Hanifah dan Muhammad bin Hasan. Namun jika tidak bisa ditahan, tidak membatalkan shalat. Demikian kesimpulan dalam kitab al-Kafi. (Durar al-Hukkam, 1/448).

Sementara dalam madzhab Malikiyah, mereka menyamakan hukum sendawa dengan berdehem. Al-Ujhuri mengatakan,

وَيَنْبَغِي أَنَّ الْجُشَاءَ وَالتَّنَخُّمَ كَالتَّنَحْنُحِ فِي أَحْكَامِهِ


”Yang jelas, sendawa dan keluar dahak, hukumnya sama dengan berdehem.” (al-Fawakih ad-Dawani, 3/15).

Kemudian mereka menjelaskan, jika sendawa itu tidak bisa ditahan, tidak membatalkan shalat dan tidak perlu sujud sahwi. Namun jika bisa ditahan, ada dua pendapat. Dan pendapat yang paling kuat dalam madzhab Maliki, bahwa sendawa bisa membatalkan shalat jika sendawa itu dilakukan karena sengaja dan main-main. (al-Fawakih ad-Dawani ‘ala risalah al-Qoiruwani, 3/15).

Kentut

Flatulensi adalah keluarnya gas melalui anus atau dubur akibat akumulasi gas di dalam perut (terutama dari usus besar atau kolon). Peristiwa keluarnya gas disebut juga kentut atau sering disebut juga buang angin. Kentut biasanya ditandai dengan rasa mulas di perut. Dan biasanya berbau busuk. Ini sering menjadi pertanda kalau seseorang:
  1. Kelebihan makan makanan tertentu. 
  2. Ingin buang air besar. 
  3. Mengalami efek samping obat-obatan tertentu. 
  4. Menderita konstipasi atau sembelit. 
  5. Sedang masuk angin. 

Berikut beberapa adab ketika seseorang kentut:

1. Dilarang menertawakan kentut

Diantara adab dalam islam yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah tidak menghina keadaan orang lain, yang dirinya sendiri juga melakukannya. Kentut adalah bagian dari rangkaian metabolisme tubuh manusia. Sehingga semua orang yang normal mengalaminya. Untuk itu, ketika kita mendengar ada orang yang kentut, kita dilarang menertawakannya. Karena kita sendiripun pernah mengalaminya.

Dari sahabat Abdullah bin Zam’ah Radhiyallahu ‘Anhu, Suatu hari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyampaikan khutbah. Beliau menceritakan tentang kisah onta Nabi Shaleh yang disembelih kaumnya yang membangkang. Beliau menafsirkan firman Allah di surat As-Syams. Kemudian beliau menasehati agar bersikap lembut dengan wanita, dan tidak boleh memukulnya. Kemudian beliau menasihati sikap sahabat yang tertawa ketika mendengar ada yang kentut.

إِلَامَ يَضْحَكُ أَحَدُكُمْ مِمَّا يَفْعَلُ


“Mengapa kalian mentertawakan kentut yang kalian juga biasa mengalaminya”. (HR. Bukhari: 4942 dan Muslim: 2855).

2. Menertawakan kentut kebiasaan jahiliyah

Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Turmudzi, Al-Mubarokfuri mengatakan, “Dulu mereka (para sahabat) di masa jahiliyah, apabila ada salah satu peserta majelis yang kentut, mereka pada tertawa. Kemudian beliau melarang hal itu.” (Tuhfatul Ahwadzi, 9/189).

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan, "Umumnya orang akan menertawakan dan terheran dengan sesuatu yang tidak pernah terjadi pada dirinya. Sementara sesuatu yang juga dialami dirinya, tidak selayaknya dia menertawakannya. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencela orang yang menertawakan kentut. Karena kentut juga mereka alami. Dan semacam ini (menertawakan kentut) termasuk adat kebanyakan masyarakat." (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/120).

Kemudian Imam Ibnu Utsaimin juga menyebutkan satu kaidah, Ini merupakan isyarat bahwa tidak sepantasnya bagi manusia untuk mencela orang lain dengan sesuatu yang kita juga biasa mengalaminya. Maroji’: Syarh Riyadlush Sholihin, (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/120).

3. Kentut termasuk pembatal wudhu’ dan sholat seseorang

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Shalat seseorang yang berhadats tidak akan diterima sampai ia berwudhu.” Lalu ada orang dari Hadhramaut mengatakan, “Apa yang dimaksud hadats, wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah pun menjawab,

فُسَاءٌ أَوْ ضُرَاطٌ


“Di antaranya adalah kentut tanpa suara atau kentut dengan suara.” (HR. Bukhari: 135).

Para ulama pun sepakat bahwa kentut termasuk pembatal wudhu. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/128).

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi fatwa kepada seseorang yang ragu apakah dia kentut dalam shalat ataukah tidak, “Jangan dia memutuskan shalatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid).

---

Dinukil dari materi KHI (Kalender Hijriyah Istimewa)

Referensi:
  1. Mukhtashar Al-Fiqh Al-Islami fi Dhau' Al-Qur'an wa As-Sunah, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Darul Ashda' Al-Mujtama', Al-Mamlakah Al-Arabiyah As-Su'udiyyah, cet. ke-11 (2010 M/1431 H).
  2. Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Darussalam.
  3. Syarh Riyadhush-Shalihin, Muhammad bin Shalih Al-Ustaimin, Madarul Wathan Lin-Nasyr, Riyadh, cet. tahun 1426 H.
  4. Rumaysho.Com
  5. KonsultasiSyari’ah : Do’a Ketika Menguap
  6. Konsultasi Syari’ah : Larangan Menertawakan Kentut
  7. Konsultasi Syari’ah : Sendawa ketika Shalat
  8. Muslim.Or.Id
  9. Al-Atsariyyah.Com
  10. Berbagaihal.Com
  11. Hukum dan Adab Menguap Ketika Shalat
  12. Wikipedia: Kuap/Menguap
  13. Wikipedia: Flatulensi

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Silakan tambahkan komentar sesuai dengan topik, terima kasih.
EmoticonEmoticon