Al Quran Kitab Suci Agama Islam

8/25/2014 Add Comment
Sumber Gambar
Remash-smkn1batam.tk - Al-Qur’ān adalah kitab suci agama Islam. Umat Islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril. Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5.
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”.(75:17⁠-75:18⁠)
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur’an adalah : “Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur’an sebagai berikut:
“Al-Qur’an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas”
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi Isa AS. Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Jaminan Tentang Kemurnian Al-Quran dan Bukti-Buktinya
Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan menurunkan Al-Quran itu sendiri. Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.
Nama-nama lain Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan untuk merujuk kepada Al-Qur’an itu sendiri. Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
Al-Mau’idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
An-Nur (cahaya): QS(4:174)
Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
Al-Basha’ir (pedoman): QS(45:20)
Asy-Syifa’ (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)

Struktur dan pembagian Al-Qur’an
Surat, ayat dan ruku’
Al-Qur’an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat). Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku’ yang membahas tema atau topik tertentu.
Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia. Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan lainnya (syari’ah). Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah yang turun di Mekkah.
Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur’an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur’an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur’an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Pembagian Menurut ukuran surat
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:
  • As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus
  • Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu’min dan sebagainya
  • Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
  • Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya
Sejarah Al-Qur’an hingga berbentuk mushaf
Al-Qur’an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil, objektif dan tidak memihak. Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur’an, sehingga umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan penanggalan astronomis.
Penurunan Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak turun sekaligus. Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan periode Madinah. Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah. Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan Al-Qur’an dan perkembangannya
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman khalifah Utsman bin Affan.
  • Pengumpulan Al-Qur’an di masa Rasullulah SAW Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk untuk menuliskan Al Qur’an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan. Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang. Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah wahyu diturunkan.
  • Pengumpulan Al-Qur’an di masa Khulafaur Rasyidin
  • Pada masa pemerintahan Abu Bakar Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur’an dalam jumlah yang signifikan. Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur’an yang saat itu tersebar di antara para sahabat. Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut. Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur’an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya diserahkan kepada Abu Bakar. Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
  • Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara pembacaan Al-Qur’an (qira’at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku yang berasal dari daerah berbeda-beda. Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis penulisan yang baku. Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang digunakan hingga saat ini. Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar). Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur’an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, “Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman. Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur’an sudah atas persetujuan kami. Utsman berkata, ‘Bagaimana pendapatmu tentang isu qira’at ini? Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira’atnya lebih baik dari qira’at orang lain. Ini hampir menjadi suatu kekufuran’. Kami berkata, ‘Bagaimana pendapatmu?’ Ia menjawab, ‘Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi perpecahan dan perselisihan.’ Kami berkata, ‘Pendapatmu sangat baik’.”
Menurut Syaikh Manna’ Al-Qaththan dalam Mahabits fi ‘Ulum Al Qur’an, keterangan ini menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat. Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu Bakar yang ada padanya. Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam. Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena Al Qur’an turun dalam dialek bahasa mereka. Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya penerjemahan dan penafsiran Al Qur’an
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur’an telah menghasilkan proses penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa. Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur’an itu sendiri.
Terjemahan
Terjemahan Al-Qur’an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur’an yang tidak dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh. Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur’an. Sebab Al-Qur’an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang bervariasi; kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan maksud lainnya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
  • Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
  • Al-Qur’an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi, yaitu tahun 1989 dan 2002
  • Qur’an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
  • Terjemah Al-Qur’an, oleh Prof. Mahmud Yunus
  • Qur’an Suadawiah (bahasa Sunda)
  • An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
  • Qur’an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
  • Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
  • Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
Terjemahan dalam bahasa Inggris
  • Al-Qur’an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
  • The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
  • The Meaning of the Holy Qur’an, oleh Marmaduke Pickthall
Tafsir
Upaya penafsiran Al-Qur’an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu. Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-ayat Al-Qur’an terus berlanjut. Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik, hingga perbandingan antar ayat. Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya, filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.
Adab Terhadap Al-Qur’an
  • Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur’an terhadap seseorang yang sedang junub, perempuan haid dan nifas. Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak boleh menyentuh Al-Qur’an sebelum bersuci. Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur’an, karena tidak ada dalil yang menguatkannya.
  • Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur’an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu. Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi’ah ayat 77 hingga 79.
  • Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia, 56-78. pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79. tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77⁠-56:79⁠)
  • Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur’an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi sebagian besar Muslim. Mereka memercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur’an adalah sebuah bentuk penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci. Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan hukuman mati.
  • Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi’ah di atas ialah: “Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh Allah.” Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya. Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
  • Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi: Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek). Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).
  • “Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” [4]Yang dimaksud oleh hadits di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min itu tidak najis”
Hubungan dengan kitab-kitab lain
  • Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut. Berikut adalah pernyataan Al-Qur’an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai hubungan Al-Qur’an dengan kitab-kitab tersebut:
  • Bahwa Al-Qur’an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. QS(2:4)
  • Bahwa Al-Qur’an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab sebelumnya. QS(5:48)
  • Bahwa Al-Qur’an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
  • Bahwa Al-Qur’an meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur’an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.
---

Rasulullah, Sejauh Apa Kami Mengenalmu?

Anonim 8/22/2014 Add Comment
Rasulullah, Sejauh Apa Kami Mengenalmu?

Sudah berapa tahun kita hidup di dunia ini? Apa yang sudah kita lakukan untuk hidup kita? Sudah berimankah kita? Sudah sejauh mana tingkat keimanan kita? Sudah hakiki-kah iman kita?

Diatas adalah beberapa pertanyaan renungan tentang keberadaan kita di dunia ini. Hidup di dunia ini hanya sementara, semua bersifat fana. Kita hidup di dunia ini merupakan perjalanan untuk mencapai Ridha Allah menuju kehidupan yang abadi yaitu akhirat.

Islam adalah agama yang sempurna, agama yang diridhai oleh Allah. Seperti firman Allah, “Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan Aku ridhai Islam sebagai agama kalian.”(QS. Al-Maidah: 3).

Islam telah mengatur segala sendi kehidupan. Untuk semua itu, Allah telah mengutus seorang Rasul, seorang tauladan, seorang figur ummat islam, yaitu Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Salam. Sebagaimana firman Allah, Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah dan sebelum itu, mereka benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran: 164).

Seorang figur yang tiada duanya, pemimpin yang bijak, manajer yang profesional, suami yang romantis dan masih banyak lagi sisi tauladan beliau. Sebuah karunia Allah bagi ummat manusia agar hidupnya berada dalam jalan yang lurus dan sesuai dengan fitrah kemanusiaannya. Seorang Rasul yang menjadi rahmat bagi alam semesta ini diutus Allah untuk ummat manusia. Sebagaiman firman Allah, Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21).

Sehingga apa yang diperbolehkannya, maka ikutilah dan apa yang dilarangnya, maka jauhilah.

Sebagai seorang muslim, berarti telah mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebuah kesaksian pertama seseorang bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulullah. Pertanyaan muncul, sudah sejauh mana kita mendalami makna dalam kalimat tersebut? Apa saja yang telah kita lakukan untuk kesaksian tersebut? Sadar atau tidak sadar, pernahkah kita merenungi apa yang telah kita ikrarkan tersebut? Inilah yang akan menjadi bukti keimanan dan ketakwaan kita. Tingkat pemahaman dan pengalaman terhadap ikrar kita bisa dilihat dari sejauh mana kita mengenal Rasul kita. Karena dari situlah muncul kepribadian seorang muslim. Tingkat seseorang mengenal Rasulullah tercermin dalam keimanan dan pengamalannya terhadap ajaran Allah. Semakin beriman dan bertaqwa seseorang, semakin tinggi pula rasa cintanya terhadap Rasulullah. Cerminan keimanan dan ketaqwaan seorang muslim adalah Rasulullah. Aisyah berkata bahwa “Akhlaq Rasulullah adalah Al-Qur'an”. Sehingga apabila ingin menjadi pribadi muslim yang taqwa, maka kenalilah Rasulnya, Cintailah Rasulnya.

Kembali ke pertanyaan awal, Sudah sejauh apa saya mengenal Rasulullah? Sudah dalamkah? Atau hanya sebatas mengenal dari luarnya saja? Sebuah renungan bagi kami dan kita semua, pertanyaan sederhana tetapi tak bisa dijawab sesaat, tak bisa dijawab dengan perkataan.

Ketika pertanyaan itu ditujukan pada kami, jujur tak ada kata-kata yang bisa terucap. Dengan menarik nafas dalam-dalam seraya mengerutkan kedua alis, mengulangi kata-kata tersebut dalam hati, mendalami dan merenunginya, menerawang jauh kebelakang mengingat apa saja yang telah dilakukan. Sudah sejauh mana kami mengamalkan ajaran beliau? Ibadah apa saja yang telah kami perbuat, kehidupan seperti apa yang telah kami hasilkan. Apakah kita mengenal Rasulullah hanya dari luar saja? Ketika kita duduk di bangku madrasah, SD, SMP dan sebagainya kita diajarkan sejarah Rasul, kepribadiannya, kepemimpinannya, akhlaknya dan sifat-sifat lainnya. Tetapi sudahkah kita mengamalkannya? Mengenal Rasulullah bukan hanya mengetahui bahkan hafal sejarah beliau, tetapi mengamalkan semua yang telah beliau torehkan. 

Ada suatu kisah, ketika seseorang menghadap Rasululllah, kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rasulullah, saya ingin mencintai engkau.” Rasulullah menjawab,"Benarkah engkau ingin mencintai Aku? Engkau harus bisa menerima konsekuensinya, ketika engkau mencintai Aku maka akan banyak cobaan yang menimpa.” 

Dari kisah tersebut terlihat bahwa mengenal Rasul dan mencintainya bukan perkara mudah, konsekuensinya kita harus mengamalkan ajarannya, ajaran islam.

Sudahkah shalat kita sesuai dengan yang diajarkan Rasul? Sudahkah zakat kita sesuai dengan yang dianjurkannya? Sudahkan perbuatan kita sesuai dengan perbuatan beliau? Kita berada dalam era yang berbeda dengan Rasulullah, tetapi ajaran yang beliau telah sampaikan tidak akan berbeda. 

Kita tidak bisa mengenal Rasulullah sebagaimana para sahabat pada masa itu, tetapi kita bisa mengenalnya dari ajarannya karena Rasulullah sangat mencintai ummatnya. Ketika menghadap mautpun yang beliau pikirkan adalah ummatnya. Oleh karena itu, kenalilah Rasulullah dan cintailah beliau sebagaimana Rasulullah mencintai ummatnya.

Ketika kita merasa ibadah-ibadah kita masih jauh dari yang dianjurkan Rasulullah, mulailah kenali Rasulullah. Kenali dulu dari pribadi Rasulullah, perjalanan hidupnya yang semuanya merupakan suri tauladan bagi kita semua. Dari sirah Rasulullah kita dapat mengambil tauladan untuk menjalani hidup ini. Walaupun zaman sekarang memiliki masalah dan tantangan yang jauh berbeda dengan zaman Rasulullah, tetapi itu bukan merupakan halangan untuk melakukan tauladan yang telah Rasulullah lakukan.

engenali Rasulullah berarti mengenali ibadahnya, mengenali perbuatannya, perkataanya, kepemimpinannya, kebijakannya, kesabaran, keimanan dan ketakwaannya. Kita bandingkan dengan perbuatan kita, Sudah sejauh mana kita mengenal beliau? Oleh karena itu, mari kita mulai kembali menorehkan kebaikan. Kita kenali kembali Rasul kita dengan mengikuti tauladannya. Mengenal Rasulullah adalah kebutuhan setiap muslim untuk membentuk pribadi muslim yang hakiki. Hiasi hidup ini dengan tauladan Rasulullah, dengan segala perbuatan baiknya. Nisacaya hidup ini akan tentram dan indah. Mari kita mengamalkan segala sesuatu yang telah beliau ajarkan. Agama islam adalah agama yang akan mengantarkan kita ke syurga dan Rasulullah adalah pembawa kabar gembira bagi ajaran islam.

Wallahu a'lam.

---

Dinukil dari: http://inspirasi07.blogspot.com/

Ismail Raji Al-Faruqi

8/17/2014 Add Comment

Biografi Ismail Raji Al-Faruqi

Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa, Palestina. Ayahnya seorang qodi di Palestina. Pengalaman pendidikannya diawali dari pendidikan madrasah di desa kelahirannya (college des ferese), Libanon yang menggunakan bahasa prancis sebagai bahasa pengantarnya, predikat sarjana muda diperolehnya dari Amerika university, Bairut jurusan filsafat pada tahun 1941.

Ismail Raji Al-Faruqi  pernah menjadi pegawai negeri selama empat tahun di Palestina yang ketika itu masih dalam status mandat Inggris. Karir birokrasi Ismail Raji Al-Faruqi pernah mencapai jabatan sebagai gubenur di Galilela, Palestina pada usia 24 tahun. Namun jabatan ini tidak lama karena pada tahun 1947 propinsi tersebut jatuh ke tangan Israel, sehingga ia pindah ke Amerika serikat pada tahun 1948.

Pada tahun 1949 Ismail Raji Al-Faruqi melanjutkan studinya di Universitas Indian sampai meraih gelar master dalam bidang filsafat. Dua tahun kemudian ia meraih gelar master kedua dalam bidang yang sama dari Universitas Harvard. Pada tahun 1952 ia meraih gelar Ph. D dari Universitas Indian dengan disertasi berjudul “Tentang Pembenahan Tuhan: Metafisika dan Epistimologi Nilai”. Namun apa yang ia capai tidak memuaskan, karena itu ia kemudian pergi ke Mesir untuk lebih mendalam ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar Kairo.

Ismail Raji Al-Faruqi mulai mengajar di Mcbill University, Kanada pada tahun 1959. Pada tahun 1961-1963 ia pindah ke Karachi Pakistan untuk ikut bagian dalam kegiatan Centeral Intitute For Islame Researh dan jurnalnya Islamic Studies. Tahun 1968 ia pindah ke Temple University Philadelpia sebagai guru besar agama dan mendirikan pusat kajian islam.

Hidup Ismail Raji Al-Faruqi berahir tragis setelah ia dan isterinya dibunuh pembunuh gelap di rumahnya di Philadelphia pada tanggal 27 Mei 1986. Beberapa penganut menduga bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh Zionis Yahudi karena proyek Ismail Raji Al-Faruqi yang demikian inten untuk kemajuan islam.

Konsep Pendidikan Ismail Raji Al-Faruqi

1. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang Pendidikan

Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, ummat islam saat ini berada dalam keadaan yang lemah. Kemerosotan muslim dewasa ini telah menjadikan islam pada zaman kemunduran. Dikalangan kaum muslimin berkembang buta huruf, kebodohan dan tahayyul. Akibatnya, ummat islam awam lari pada keyakinan yang buta, bersandar pada literalisme dan legalisme, atau menyerahkan diri kepada syaikh (pemimpin) mereka. Dalam keadaan seperti ini masyarakat muslim melihat kemajuan barat sebagai sesuatu yang menganggumkan.

Kemajuan yang mereka capai hanya merupakan kemajuan yang semu, di satu pihak ummat islam telah berkenalan dengan peradaban barat modern, tetapi di pihak lain mereka kekhilangan pijakan yang kokoh, yaitu pedoman hidup yang bersumber dari moral agama. Oleh karena itu, ummat islam terkesan mengambil sikap mendua, antara tradisi keislaman dan nilai-nilai peradaban barat modern. Pandangan dualisme yang demikian ini menjadi penyebab dari kemunduran yang dialami ummat islam, bahkan sudah mencapai tingkat serius dan mengkhwatirkan yang disebut sebagai “Malaisme”.

Menurut Ismail Raji Al-Faruqi sebagai efek dari “Malaisme” yang dihadapi ummat islam sebagai bahasa anak tangga terbawah, mengakibatkan tibulnya dualisme dalam pendidikan islam dan kehidupan ummat. Sebagai prasyarat untuk menghilangkan dualisme tersebut dan sekaligus mencari jalan keluar dari “Malaisme” maka pengetahuan harus diislamisasikan atau diadakan asimilasi pengetahuan agar serasi dengan ajaran tauhid dan ajaran islam.

Tauhid menurut Ismail Raji Al-Faruqi dianggap sebagai esensi pengalaman agama seorang muslim dan bahkan identik dengan pandagan filsafat penciptaan manusia, oleh karenanya tauhid menurut kayakinan Ismail Raji Al-Faruqi bersifat alamiah Ismail Raji Al-Faruqi berusaha menjadikan tauhid sebagai penggiring atas upaya praktis dalam proses islamisasi ilmu pengetahuan, ia juga berusaha menerjemahkan nilai-nilai qur’ani yang selalu relevan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman.

Perceraian sains dari nilai theologis memberikan implikasi negatif. Pertama dalam aplikasinya sains modern melihat alam beserta hukum dan polanya, kedua, secara metodologis, sains modern tidak terkecuali ilmu sosial, tidak bisa diterapkan untuk memahami realitas sosial masyarakat muslim yang mempunyai pandangan hidup berbeda dari barat.

Oleh karena itu, menurut Ismail Raji Al-Faruqi persoalan persoalan yang cukup berkelindan  hanya bisa diselesaikan bila sistem pendidikan islam kembali pada roh nilai-nilai ilahiyah sebagai sistem moral dan sistem kepribadian pendidikan islam yang mengacu pada nilai tauhid. Melalui nilai tauhid, paling tidak ada dua aspek pemahaman yang bisa dikembangkan yaitu aspek natural (kehidupan kekinian) dan transendental (ketuhanan).

Konsep islamisasi ilmu pengetahuan yang dimaksud Ismail Raji Al-Faruqi adalah menuangkan kembali ilmu pengetahuan sebagaimana dikehendaki oleh islam, yaitu memberikan definisi baru, mengatur data, mengevaluasi kembali kesimpulan dan memproyeksikan kembali tujuan-tujuannya.

Untuk melandingkan gagasannya tentang islamisasi  ilmu, Ismail Raji Al-Faruqi meletakkan pondensi epistimologi pada prinsip tauhid yang terdiri dari 5 macam kesatuan yaitu:

1. Keesaan (kesatuan) Tuhan, implikasinya dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, bahwa sebuah pengetahuan bukan untuk menerangkan dan memahami realitas, melebihkan melihatnya sebagai bagian yang integral dari eksistensi tuhan. Karena itu, islamisasi ilmu mengarahkan pengetahuan pada kondisi analisa dan sintesa tentang hubungan realitas yang dikaji dengan hukum Tuhan.

2. Kesatuan ciptaan, bahwa semesta ini baik yang materal psikis spasial (ruang), biologis maupun etnis adalah kesatuan yang integral. Dalam kaitannya dengan islamisasi ilmu, maka setiap penelitian dan usaha pengembangan keilmuan harus diarahkan sebagai refleksi dari keimanan dan realisasi ibadah kepadanya.

3. Kesatuan kebenaran dan pengetahuan, yang dirumuskan sebagai berikut: berdasarkan wahyu, tidak boleh membuat klaim yang produksi dengan realitas. Tidak adanya kontradiksi antara realitas dan wahyu, berarti tidak satupun kontradiksi antara realitas dan wahyu tidak terpecahkan. Pengamatan dan penyelidikan terhadap semesta dengan bagian-bagianya tidak pernah berahir karena pola Tuhan tidak terhingga.

4. Kesatuan hidup, menurut islam kehendak Tuhan terdiri atas dua macam yaitu: hubungan alam, dengan segala regualitasnya yang memungkinkan diteliti dan diamati. Dan hukum moral yang harus dipatuhi.

5. Kesatuan manusia, tata sosial islam menurut Ismail Raji Al-Faruqi adalah universal, mencakup seluruh ummat manusia tanpa terkecuali. Kaitanya dengan islamisasi ilmu, setiap perkembangan ilmu berdasar dan bertujuan untuk kepentingan kemanusiaan.

Islamisasi ilmu Ismail Raji Al-Faruqi dimaksudkan untuk memberikan respon positif terhadap realitas ilmu pengetahuan modern yang sekularistik dan islam yang terlalu religius dalam model pengetahuan baru yang utuh dan integral tanpa pemisahan, namun secara rinci tujuan yang dimaksud adalah:

a. Penguasaan disiplin ilmu modern
b. Penguasaan khazanah warisan islam
c. Membagun relevansi islam dengan dengan msaing-masing disiplin ilmu modern
d. Memadukan nilai-nilai dan khazanah warisan islam secara kreatif
e. Pengarahan aliran pemikiran islam ke jalan yang mencapai pemenuhan pola rencana Allah.

2. Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang kurikulum

Memperbicangkan prinsip filosofis kurikulum pendidikan dikaitkan dengan gagasan islamisasi ilmu bagi kaum Ismail Raji Al-Faruqi sangat beralasan, karena kurikulum dalam sistem pendidikan merupakan sebuah komponen yang menentukan keberhasilan kualitas pendidikan.

Menurut pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi mengenai reformasi kurikulum pendidikan akan dilihat dalam konteks tawaran pemikiran yang memiliki 3 tujuan rencana kerja islamisasi ilmu yang pernah digagasnya. Setidaknya ada 3 prinsip pengembangan kurikulum pendidikan islam, pertama, menguasai sains modern, kedua, menguasai warisan islam klasik, ketiga, prinsip kesatuan yang harus melingkupi seluruh kajian dalam kurikulum pendidikan islam.

Melihat pandangan Ismail Raji Al-Faruqi mengenai prinsip pengembangan kurikulum pendidikan islam, terlihat bahwa ia menginginkan bangunan ilmuan yang integral, terpadu dan saling melengkapi antar disiplin keislaman dan pengetahuan modern, menurut Moh. Shafiq, salah seorang murid Ismail Raji Al-Faruqi di Temple University ada enam tema besar yang mendasar dari pemikiran islamisasi ilmu yang dikemukukakan Ismail Raji Al-Faruqi selain Islamizing curricula diantaranya, pertama, paradigma islam terhadap ilmu pengetahuan, kedua, metodologi, ketiga, metodologi yang ada hubungannya dengan kajian Al-Qur’an, keempat, metodologi ada kaitanya dengan kajian sunnah, kelima, metodologi yang berkaitan dengan warisan klasik islam, keenam metodologi yang berhubugan dengan pemikiran barat kontemporer.

Kurikulum pendidikan kaum muslimin harus selalu mengarah kepada kepentingan mengembangkan sains modern dengan tetap disemangati dengan nilai tauhid sebagai konsep dasar dan aplikasi ilmiah. Konsekuensinya secara ekslusif adalah terjadi integrasi ilmu aqliyah dan naqliyah yang tingkatan kualitasnya merupakan pengaruh timbal balik antara keberhasilan rekonstruksi konsep ilmu dalam islam dengan rekontstruksi organisasi dan kurikulum.

Kontribusi Ismail Raji Al-Faruqi

Program islamisasi ilmu Ismail Raji Al-Faruqi yang menekankan perombakan total atas keilmuan sosial barat karena dianggap bersifat eosentris, rupanya lebih utuh, jelas dan terinci dibanding gagasan islamisasi ilmu yang dilontarkan pemikir lain.

Langkah islamisasi ilmu yang diberikan dan kritiknya terhadap realitas pendidikan islam juga merupakan sumbangan besar dan manfaat bagi perombakan sistem pendidikan islam.

Dalam bidang perbandingan agama. Kontribusi pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tidak kecil karyanya A. Historical atlas of religion of the world (Atlas historis agama dunia) oleh banyak kalangan dipandang sebagai buku standard dalam bidang tersebut, dalam karya-karya itulah, dia selalu memaparkan pemikiran ilmiahnya untuk mencapai saling pengertian antar ummat beragama dan pemahaman intelektual terhadap agama-agama lain. Baginya ilmu perbandingan agama berguna untuk membersihkan semua bentuk prasangka dan salah pengertian untuk membangun persahabatan antara sesama manusia.

Sebagai seorang pemikir, cedikiawan dan filosof, aktivitas ilmiahnya yang tinggi telah melahirkan sejumlah karya tulis. Beberapa karya penting Ismail Raji Al-Faruqi sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, karena perhatiannya atas dunia dan ummat islam, yang terpenting adalah pembelaan atas islam.


Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi tentang islamisasi pengetahuan mengilhami para cendikiawan di Indonesia. Tiga Universitas Islam, yaitu Universitas Ibn Kholdun Bogor, Universitas Islam Bandung, Universitas Islam As-Syafi’iyah, Jakarta,  dan Universitas Islam Bandung pernah menjalin kerja sama dalam membuat proyek islamisasi sains yang salah satu pengagasnya adalah Dr. A.M. Saefuddin.

Semoga perjuangan Ismail Raji Al-Faruqi dalam mendakwahkan islam diatas dapat menjadi motivasi tersendiri bagi kita untuk kemudian mendakwahkan islam pula.

---

Dinukil dari: berbagai sumber.

Ustad Felix Siauw

8/11/2014 Add Comment
Sumber Gambar
Remash-smkn1batam.tk Menjadi muslim sejati, merupakan cita-cita kita semua sebagai pribadi yang menghendaki ridha Allah Subhanahu Wa Ta'ala agar kita menjadi umat terbaik di mata Allah. Namun, tak mudah jalan menuju pencapaian sebagai muslim sejati. Ada banyak rintangan yang harus dihadapi dalam mencari jati diri sebagai pribadi muslim yang sesungguhnya.

Hal ini pula yang dialami oleh seorang Ustad Felix Siauw. Ayah dari tiga anak ini mendapakan pengalaman hidup yang tak bisa dibilang mulus, namun semua itu membantu menguatkan dirinya dalam menjadi seorang muslim sejati.

Berikut adalah petikan wawancara Muzakki dengan Ustadz Felix Y. Siauw

Ustadz, bagaimana ceritanya bisa bertemu dengan Islam?

Awal mulanya ketika saya masih kelas 3 SMP, ketika saya beragama Katolik. Ketika itu saya banyak mendapatkan banyak hal yang tidak bersesuaian dengan akal, dan tak memuaskan akal. Sehingga singkat cerita saya keluar dari agama Katolik. Lalu saya mencari, agama mana yang benar, agama mana yang bagus. Setelah saya mencari selama lima tahun (sampai kuliah semester ketiga), alhamdulillah saya dapat Islam. Saya dapati Islam karena apa pun dalam Islam itu sesuai dengan akal manusia, sesuai dengan fitrah manusia, tidak ada yang bertentangan dengan akal manusia. Yang saya rasakan seperti itu.

Perubahannya jelas jauh. Karena akidah itu ibaratnya sebuah core dalam komputer, maka ketika seseorang berganti akidah, segalanya juga berubah. Yang paling nyata misalnya saya merasakan ketenangan luar biasa ketika saya memeluk agama Islam. Kita mendapatkan jawaban atas hidup, kita mendapatkan jabawan sebelum dan sesudah hidup. Dengan sendirinya kita bisa mantap menjalani hidup. Mau apa dalam hidup ini, kita sudah jelas.

Contoh konkretnya Islam memerintahan untuk tak boleh menguatkan suara lebih daripada suara orang tua. Ini kan perkara yang sangat luar biasa, yang kalau kita praktikkan pada orang tua, mereka akan menyadari perubahan yang bersifat konkret. Itu yang kelihatan, yang tidak kelihatan jauh lebih banyak lagi.

Apakah setelah mendapatkan jati diri baru ada tantangan dari luar?

Kalau bicara tentang tantangan, orang muslim atau orang bukan muslim punya tantangan. Tapi ketika kita kemudian menjadi Islam, kita jadi paham bahwa tantangan yang kita dapat ini tiada lain dan tiada bukan karena kita dimuliakan oleh Allah. Analoginya, pada prinsipnya, kapal itu dibuat untuk mengarungi lautan, ya kalau dia dibuat di dermaga lalu si kapal hanya diam di dermaga ya wajar dan aman, tapi kalau dia mengarungi lautan, dia jadi banyak tantangan, tapi justru tujuannya dia dibuat adalah untuk seperti itu.

Nah, sama seperti kita, kalau kita masuk Islam atau tak masuk Islam (agama apa pun) punya tantangan. Tapi ketika kita dalam Islam, tantangannya terarah, tantangannya memang untuk tujuan hidup kita. Jadi tak ada masalah.

Untuk proses belajarnya sendiri ketika awal mula mencari agama, arahannya dari mana?

Untuk mendapatkan Islam itu tak perlu belajar agama. Untuk mendapatkan Islam, cukup dengan berpikir. Kalau kita berpikir, kita pasti dapat Islam. Nah, setelah kita menjadi seorang muslim, bagaimana kita belajarnya? Harus seperti belajarnya orang-orang zaman dahulu. Kalau saya menyebutnya: sebuah kajian tersistematis, yang dilakukan secara berkala untuk memperdalam ilmu-ilmu Islam. Mulai dari tauhid, akidah, dakwah, dan syariah, dan sebagainya, itulah yang harus dipelajari.
Kesulitan yang pernah Ustad alami?
Kalau tantangan mencari Islam, yang pertama adalah informasi. Saya tumbuh dan berkembang di komunitas yang bukan muslim, sehingga mencari informasi itu agak sulit. Maka salah satu hal yang membuat saya lebih mudah bisa mendapatkan Islam adalah ketika berkomunitas Islam, hidup dalam komunitas Islam.
Waktu itu di mana?
Di IPB saya mendapatkan Islam. SMA-nya di SMA Xaverius 1 Palembang. Waktu itu lingkungan saya 95 persen adalah bukan Islam.

Apakah setelah mendapatkan jatidiri sebagai seorang muslim, ada kesulitan dalam menyempurnakan separuh agama, dalam hal ini mendapatkan jodoh?

Saya masuk Islam pada tahun 2002, menikah tahun 2006. Jadi menikah empat tahun setelah masuk Islam. Awalnya memang susah, apalagi berbicara dengan orang tua yang memang bukan muslim, tapi alhamdulillah bapak saya juga menikah muda, jadi saya juga ada alasan untuk menikah muda. Jadi alhamdulillah itu sudah dilewati.

Ketika proses mencari “seseorang” itu apakah ada kesulitan?

Awalnya selalu ada yang mempertanyakan. Kenapa harus yang berkerudung? Kenapa harus yang muslim? Sementara saya adalah yang etnis Chinese, dan bapak-ibu saya tidak terbiasa melihat orang yang memakai jilbab. Nah, itu pertanyaan ada, dan kami jawab memang seperti itulah agama memerintahkan. Tatkala kita ingin menikah, maka menikah bukan hanya peraduan fisik, bukan hanya kepuasan badan, tapi menikah itu tujuannya lebih mulia daripada itu. Itulah proses pembentukan sebuah keluarga yang bisa menggenapkan ibadah. Dan kedua, bisa melanjutkan keturunan.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa untuk melanjutkan keturunan itu perlu juga melihat tanah yang ditanami, peribaratan wanita yang ditanami, bila tanahnya baik, tanamannya baik. Itu artinya kita harus mencari istri yang baik. Dan tidak mungkin istri itu baik kalau ia tidak taat pada Allah.

Bertemu di mana dengan calon istri waktu itu?

Kami bertemu di IPB (Institut Pertanian Bogor), hahaha, kami cinta lokasi.

Pernah ada kesulitan mengenai pembuatan akta kelahiran?

Ya, ada cerita ketika anak kedua saya lahir, saya mau mengurus pembuatan akta kelahiran. Ketika saya datangi pihak rumah sakit, ada biaya pembuatan akta kelahiran. Untuk warga negara Indonesia itu Rp 70.000, tapi kalau katurunan itu Rp 200.000. Saya mempertanyakan, kenapa berbeda sekali antara WNI keturunan dan WNI? Sekarang kan sudah tidak ada lagi pembedaan keturunan dan bukan keturunan (Chinese). Petugasnya bilang ‘memang seperti itu’. Dia mau mengurus pembuatan akta kelahiran kalau saya mau memberikan harga yang lebih. Itu sudah sebuah diskriminasi, padahal petugas itu memakai kerudung, muslim, dan sebagainya.

Maka ini menjadi sebuah pertanyaan. Yang saya katakan bahwa Indonesia tidak puas untuk dijajah. Bahwa pembedaan antara etnis, pembedaan antaragama, pembedaan antara orang yang keturunan atau yang bukan keturunan,  itu kan berlaku di zaman Belanda melalui hal yang namanya statsblaad (STBLD) maka setiap orang yang lahir dengan keadaan tertentu dia punya statsblaad sendiri. Ya dengan kata lain Indonesia masih ikut kepada orang-orang Belanda dalam pengurusan itu, maka pengurusan akta kelahiran saya agak dipersulit. Karena saya selalu ditanya: “Bapak keturunan ya?” Saya katakan, “Bukan, saya orang Indonesia!”

Dia tetap menyatakan, “Oh, bapak itu keturunan, jadi STBLD-nya berbeda.” Nah, ini jadi membuat saya mengatakan bahwa ini adalah hasil daripada asshobiyah, tidak mengakibatkan kecuali perpecahan di antara manusia, tidak bisa menyatukan apa pun kecuali menyatukan etnis, kaum, ataupun bangsa, tapi tak bisa menyatukan dalam bentuk yang lebih besar. Nah, penyatuan yang lebih besar ini hanya bisa dilakukan dalam Islam, bukan selain itu.

Upaya Anda sendiri untuk mendapatkan akta?

Yang saya garisbawahi dalam menulis itu adalah bahwa nasionalisme itu kemudian membedakan antara satu etnis dengan satu etnis yang lain. Tidak peduli apakah mereka muslim atau tidak, harusnya kan yang dilihat itu muslimnya, bukan etnisnya.

Firman Allah: “Yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa.” Bukan yang paling kaya atau yang paling miskin, atau yang paling pribumi dan lain sebagainya. Itu yang perlu digarisbawahi dalam Islam, dan itu yang saya tujukan dalam menulis artikel tersebut.

Apa upaya Anda sebagai seorang ustaz dalam mengedukasi masyarakat untuk mendapatkan jati diri sorang muslim?

Ini merupakan tugas panjang, yang saya katakan mungkin tugas ini lebih besar daripada usia yang saya punya. Maka yang saya lakukan itu banyak, lewat Twitter, lewat Facebook, lewat media-media yang saya punya (termasuk dalam acara televisi) untuk menyampaikan bahwa ini bukan ikatan yang benar, nasionalisme bukan ikatan yang benar, etnis itu juga bukan ikatan yang benar, kekauman juga bukan ikatan yang benar, tapi semua itu harus dibingkai dengan ukhuwah. Nah itulah yang saya lakukan, entah kapan berhasilnya, kita lihat saja nanti.

Kalau untuk acara di televisi yang akan Anda buat ini?

Acara ini merupakan yang kami gunakan untuk mengenalkan Islam, walaupun kita tahu masih banyak kekurangan. Saya juga berdiskusi dengan tim, mereka berbuat apa yang mereka mampu, semaksimal yang mereka bisa, untuk membuat acara ini syar’i. Walaupun tentu saja pasti akan ada banyak kritikan-kritikan, tapi kami harap bahwa ini menjadi sebuah pintu untuk mengubah acara, yang kita inginkan sebagai sebuah idealisme adalah membuat suatu acara yang siap dikonsumsi oleh setiap warga dari umur yang tinggi sampai umur yang paling rendah.

Karena itulah kami harap acara ini bisa menjadi sebuah penyadaran. Di mana kami tidak dbatasi oleh ide-ide yang biasa muncul dari produser-produser yang lain seperti di televisi-televisi yang lain, kami berusaha untuk menampilkan Islam apa adanya. Mungkin kalau ke depan acara ini ditentang, ya wajar. Mungkin ada banyak pihak yang tidak setuju kalau Islam disampaikan secara total, disampaikan secara apa adanya.

Untuk segmen acara yang Anda pandu ini bagaimana?

Segmennya adalah umum. Makanya kami buat acara ini variety show yang kami gabung dengan musik, supaya segmen anak muda juga masuk. Segmen orang yang sudah pernah belajar Islam juga masuk, dan kami juga menggarap segmen terluar dari Islam, yang mungkin tidak pernah pergi ke masjid, yang tidak pernah pergi ke pengajian, itu kami ajak, kami sentuh untuk mendapatkan inspirasi dari acara ini. Selanjutnya kami harapkan mereka bisa mengkaji lebih lanjut.

Yang membedakan acara ini dengan talkshow yang lain?

Saya berharap bahwa tidak ada satu pun isu-isu yang tidak kami angkat sesuai dengan Islam. Kalau ada restriksi di beberapa stasiun televisi yang lain, kami berharap di sini tidak ada restriksi. Ya kalau ada restriksi, ya itulah risikonya. Apa pun yang terjadi ke depan, mudah-mudahan kita jadi orang yang tak takut menyampaikan Islam. Itulah yang kami harapkan dari acara ini.

Dalam keluarga, bagaimana kegiatan istri?

Istri saya seorang ibu rumah tangga penuh. Mengurus keluarga di rumah. Anak saya ada tiga. Istri full mengurus rumah tangga. Kalau dia keluar, itu atas izin saya. Dan memang diusahakan tidak mengganggu fungsi utama beliau yaitu ummu warobbatul bait.

Ada motivasi tersendiri dari istri?

Fungsi istri luar biasa. Kalau saya pulang, saya ketemu istri. Saya capek, saya ketemu istri. Istri jadi tempat curhat. Kalau yang seperti itu saja istri tidak memahami, saya tak tahu harus pergi ke mana lagi. Entah mencari siapa. Karena istri itu adalah orang yang paling dekat dan paling mengerti kita.

Makanya Allah mengatakan bahwa kita tak boleh telanjang pada siapa pun, kecuali pada istri. Itu adalah bukti bahwa istri menjadi satu dengan kita. Dia menjadi bagian dari kita. Kalau kemudian kita ambil sesuatu yang salah, atau ambil istri yang salah, berarti kita juga pasti salah. Makanya, di balik seorang laki-laki yang hebat, pasti ada wanita yang hebat juga.

Pendidikan seperti apa yang diterapkan pada anak-anak terkait pencarian jati diri?

Pendidikan saya sederhana, bahwa aturan Allah itu adalah mutlak. Dan kemudian saya ingin mereka memahami bahwa ketika Allah sudah berkehendak, ketika Allah telah memerintahkan sesuatu, maka tugas manusia bukan lagi mencari pembenaran atas aturan yang lain. Tapi itu sederhana saja, kita tinggal melaksanakan aturan itu. Itulah yang saya bentuk pada anak-anak, sebuah jiwa herois yang menyadarkan mereka apa tujuan mereka, yaitu berdakwah. Saya coba bentuk mereka dari awal agar poros hidupnya adalah berdakwah, sebagaimana bapaknya.

Apa pesan/ harapan pada masyarakat?

Sederhana, kita itu hancur dan terpuruk. Kita itu tidak menjadi muslim yang hebat yang sebagaimana dijanjikan oleh Allah dalam Al-Qur’an karena kita membuang Al-Qur’an. Atau kita cuma mengambil sebagian dari Al-Qur’an, kemudian membuang sebagian yang lain.

Allah SWT berfirman, Apakah kalian hendak mengambil sebagian dari kitab ini, lalu mencampakkan sebagian yang lain? Mengingkari yang lain? Membangkang terhadap sesuatu hal yang lain?

Nah, kemudian ketika melakukan hal yang seperti ini, melaksanakan secara parsial dan parsial, maka Allah tak akan memberikan bantuan yang bersifat total pada kita. Oleh karena itu masyarakat harus sadar bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi yang kita lihat itu adalah hasil tidak diterapkannya Islam. Maka solusi satu-satunya adalah “diterapkannya Islam”, tidak ada yang lain.

Biodata Ustad Felix Siauw

Nama : Felix Yanwar Siauw
Usia : 31 Januari 1984
Tempat Lahir : Palembang
Aktivitas : Dakwah, Penulis Buku, Presenter Acara “Inspirasi Iman” di TVRI
Buku : Muhammad Al-Fatih 1453; Beyond the Inspiration; How to Master Your Habits
Website : www.felixsiauw.com

---

Dinukil: muzakki.com

Ustad Syamsi Ali, Da'i Asal Indonesia di Negeri Paman Sam

8/10/2014 Add Comment
Sumber Gambar
Remash-smkn1batam.tk Imam Shamsi Ali adalah seorang Cendekiawan Muslim  terkenal dan Imam terkenal di New York City, Amerika Serikat. Dia adalah seorang Imam masjid terbesar di kota yang terletak di Jalan 96 dan 3 AV Manhattan ini. Dia adalah Ketua Masjid Al-Hikmah di Astoria dan Direktur Jamaica Muslim Center di Queens. 
Imam Ali menjabat sebagai anggota Dewan Penasehat untuk berbagai organisasi lintas agama, termasuk Tanenbaum Center dan Federasi untuk Perdamaian Timur Tengah. Dia juga Ketua Dewan Pembina untuk Muslim Federation Asean Amerika Utara. Imam Ali juga adalah anggota Dewan untuk Kemitraan Iman di NY, dan co-pendiri UNCC (Universal Rohaniwan Koalisi-Internasional). Selain itu, ia juga Asisten Direktur dan anggota Dewan Yayasan Muslim Amerika, Inc, dan Ketua tahunan Hari Muslim Parade di NYC. Beliau juga menjabat sebagai Wakil Presiden Koalisi Asia-Amerika AS (AAC-USA) dan Perwakilan PBB-nya. 

Dalam komunitas Muslim Indonesia di Amerika Utara, Imam Ali adalah sosok terkenal. Menjabat sebagai Dewan Penasehat untuk organisasi Muslim nasional utama seperti IMSA (Masyarakat Indonesia Muslim di Amerika) dan ICMI (Indonesia Muslim Intelektual Masyarakat di Amerika). 

Terkenal di komunitas lintas agama, Imam Ali adalah pemuka agama Islam. Dia menjadi dosen di gereja-gereja, rumah-rumah ibadat dan lembaga lainnya baik secara nasional dan di seluruh dunia. Ia berada di antara beberapa pemimpin agama yang diajak untuk menemani Presiden George W. Bush untuk mengunjungi Ground Zero setelah hari 11 September, dan mewakili komunitasnya selama Doa Yankee Stadium untuk acara America bersama pejabat tinggi sisi agama dan pemerintah, termasuk Mantan Presiden Bill Clinton dan kemudian Senator Hillary Clinton. 

Imam Ali memiliki kesempatan untuk bertemu dengan berbagai tokoh, seperti Mantan Presiden GW Bush, Bill Clinton, Hillary Clinton, Pataki, Michel Bloomberg, serta Presiden Bambang Yudhoyono RI dan mantan Presiden Prof. B.J. Habibie dan KH. Abdurrahman Wahid. 

Imam Ali berpartisipasi dalam International Conference of Imams and Rabbis for Peace di Seville Spain 2006 dan National Summit of Imams and Rabbis of North pertama di America 2007. Ia mewakili komunitas Muslim pada diskusi antaragama pada Agama dan Pembangunan Berkelanjutan di Gedung Putih di 2007, dan berpartisipasi dalam 2008 Transatlantic Interfaith Dialogue di Frankfurt, Jerman. 

Imam Ali diangkat "Duta Perdamaian" oleh Federasi Internasional Agama pada tahun 2002, dan penerima 2.008 ICLI Interfaith Award. Pada tahun 2006, ia diangkat salah satu dari tujuh pemimpin agama paling berpengaruh di New York City oleh New York Magazine. 

Tahun lalu, Imam Ali dianugerahi salah satu dari 100 penerima 2009 Ellis Island Medal of Honor Award. Medali emas ini bergengsi non militer adalah pengakuan tertinggi yang diberikan kepada imigran dengan kontribusi luar biasa bagi masyarakat Amerika dan dunia. Dan baginya, itu karena dedikasinya yang tak ada habisnya dalam membangun jembatan antar umat beragama. Selanjutnya, pada tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012, Imam Ali terpilih sebagai salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia oleh Royal Islamic Strategic Studies Center di Yordania dan Universitas Georgetown.

Seorang cendekiawan Al-Quran yang baik, yang berbicara fasih, di samping bahasa Indonesia asalnya, Inggris, Arab dan Urdu, Imam Ali memperoleh gelar BA dalam tafsir dari Universitas Islam Internasional Islamabad Pakistan pada tahun 1991, MA dalam Studi komparatif Agama dari universitas yang sama pada tahun 1994. Dia sering menjadi pembicara di forum PBB dan kontributor media yang tamu untuk ABC, PBS, BBC World, CNN, Fox News, National Geographic, al-Jazeera, Hallmark Channel.

Imam Shamsi Ali adalah penduduk asli Indonesia, lahir dan dibesarkan di Bulukumba, Sulawesi Selatan, daerah yang terkenal untuk sekunar kayu tradisional yang disebut pinisi. Dia berusia 43 tahun dan saat ini berada di Jamaika, Queens, dengan istri Mutiah dan lima anak.

Semoga kisah di atas dapat memberikan motivasi kepada kita untuk terus mendakwahkan ajaran islam sampai ke seluruh dunia. Aamiin Yaa Rabbal 'Alamin.

---

Dinukil: shamsiali.com
Diterjemahkan: Aliansyah Putra, bantuan translate.google.com